Cerita Pendek Menjelang OSCE

 


(Foto hanya pemanis)

Bismillahirrahmanirrahim, 

Lama tidak menulis disini sampai terlupa jika postingan terakhir sudah setahun lalu. Segala puji kepada Sang Pencipta sekaligus Sang Maha Cinta, banyak hal-hal baik yang satu per satu menyapa, juga kesibukan-kesibukan tentunya. Menjelang awal tahun 2021, aku kembali ke Jogja, dimana perlahan disulam lagi asa demi asa, mengejar ketertinggalan yang ada; hutang-hutang praktikum, skill lab, organisasi, dan hal-hal baik lainnya. Dalam satu bulan ini, hari-hari dipenuhi oleh berupa-rupa kegiatan di laboratorium sehingga sistem sirkadianku menjadi berantakan, tapi memang masa-masa ini adalah masa-masa perjuangan. Siapapun kalian yang membaca ini, mohon doanya agar ilmu dan lelah ini berkah, bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan, juga menjadi jalan untuk membuka pintu-pintu rezeki hingga pintu surga-Nya, aamiin.  Aku menulis ini di antara kertas-kertas laprak dan catatan belajar persiapan ujian OSCE besok. OSCE atau Objective Structured Clinical Examination adalah semacam kegiatan untuk menguji keterampilan (skill) kefarmasian mahasiswa, entah skill klinis, konseling, sosialisasi, meracik obat, dan sebagainya. Besok pagi topik OSCE-ku tentang identifikasi sediaan obat-obatan yang sudah rusak. Seharusnya aku sudah membenamkan diri ke dalam catatan demi catatan, namun ada hasrat menulis yang sepertinya harus kusalurkan beriring dengan cerita menarik yang kualami beberapa menit yang lalu.

Pukul sepuluh lewat lima menit waktu Jogja, aku dan beberapa teman tengah pulang dari kegiatan belajar bersama untuk OSCE besok. Aku nebeng di motor salah-satu teman dan sepakat untuk mencari handschoon (sarung tangan lateks) untuk digunakan di lab besok. Qadarallah handschoon kami sama-sama habis. Sesungguhnya beberapa teman belajar sempat menawarkan handschoon mereka kepada kami sebelumnya, akan tetapi bukankah lebih baik untuk mengusahakan sendiri dulu sebelum meminta bantuan ke orang lain? Maka  motoran-lah kami menerobos malam yang mulai kelam dan  hening, jauh dari riuh rendah manusia yang telah beranjak ke peraduan masing-masing. Salah-satu teman sempat mengingatkan dari atas motornya kala kami melaju beriringan. 

"Apotek udah tutuupp, udah jam 10 malaaaam!", ujarnya, agak sedikit berteriak menghalau angin malam yaang mengayunkan padi dan pepohonan di sisi jalan.

"oalah, gapapaaaaaa, ini dicari duluuu", balasku.

lalu aku berbicara dengan teman nebeng-ku yang tengah berkonsentrasi ke jalan.

"Ris, kita cari di apotek selatan dulu yah, kalau udah tutup kita ke ringroad", ucapku.

"Oke, tapi itu udah tutup ga sih?", sahutnya

"Oalah, aku baru tahu, tapi kita cek dulu aja", ucapku, masih optimis.

"K24 tuh ada disekitar sini ga sih? jauh yah?", balasnya, 

"Iya eh, ada tapi di sekitaran Gamping, agak takut juga", sahutku

"Oalah, eh di seberang tuh ada apotek juga kan Fii?", balasnya.

"Di seberang ada apotek sih, kita cari ke sekitar sini dulu, ke seberang kalau perlu, kalau emang udah ga nemu, terpaksa kita pinjam punya teman dulu", ujarku.

"Okey siap", sahutnya.

Kemudian kami berbelok menuju jalan dimana terdapat potek yang paling dekat dan menjadi target pertama kami. Jujur, sudah terlintas kemungkinan harus menyebrangi ringroad yang cukup menyeramkan jika sudah memasuki jam 10 keatas, tapi sekali lagi aku kekeuh pada prinsip untuk berusaha sendiri dulu baru merepotkan orang lain. Kala jarak kami semakin dekat dengan apotek, aku menyadari bahwa lampu apotek sudah mati dan aku menyadari jika apotekernya sudah bersiap untuk pulang dari balik pintu besi yang terbuka sedikit. Aku dan temanku mendekatinya dengan kombinasi rasa panik karena takut jika petugasnya segera menutup apotek sekaligus ragu karena ada sedikit rasa tidak enak mengingat petugasnya terlihat sudah berkemas-kemas.

"Ris udah mau tutup kita cari yang lain aja", ujarku sembari motor yang dikemudikan temanku mendekat ke apotek.

"Tapi itu masih ada yang jaga, Fii, kita coba aja yuk?", tawar temanku.

Usulan yang bagus, pikirku, namun belum sempat kusampaikan, apotekernya sudah berada di depan pintu yang sedikit terbuka tadi, terlihat seperti hendak menuju motornya namun melihat kami dengan raut wajah yang sedikit terkejut namun dengan sigap menyadari kepanikan dua mahasiswa yang tiba-tiba menghampiri apoteknya. 

"Ada apa, mbak?", sapanya.

"Maaf mas, mau beli, apa masih bisa mas?", tanya temanku, dengan kegugupan yang memenuhi atmosfer.

"Oalah, bisa-bisa", balas apoteker itu sambil dengan sigap kembali menyalakan lampu apoteknya. Jujur kami berdua tak enak hati mengingat beliau seharusnya sudah melaju untuk kembali ke rumah dan beristirahat, namun waktunya tersita oleh dua mahasiswi yang gelagapan mencari persiapan OSCE.

"cari apa mbak?", tanya apoteker itu.

"ada handschoon ga, mas?", tanyaku.

Lalu beliau mulai mengotak-atik etalase, mengeluarkan kotak handschoon, lalu kami bercakap-cakap.

"Besok praktik yah?", tanya beliau.

"Besok OSCE, mas.", sahutku

"Kalian farmasi?", tanya beliau lagi

"Nggih, mas", balasku.

"Angkatan?", 

"2019", 

"Ohh, sudah pernah di asdos-in saya?", tanya beliau yang sontak membuat dan temanku sedikit shock.

Lalu temanku mempertanyakan terkait identitas beliau. Beliau memperkenalkan diri, lalu aku dan temanku saling bertatapan dan nyaris kehilangan kata-kata. Beliau adalah asisten dosen baru yang memang belum pernah mendampingi  kami selama kegiatan laboratorium. Beliau selalu mendapat jadwal di sesi praktikum lain, akan tetapi aku dan temanku banyak mengetahui hal-hal baik tentangnya dari teman-teman yang sempat didampingi beliau baik pada kegiatan praktikum ataupun skill lab. Selama kami berbincang, percakapan seorang teman tentang beliau terlintas di benakku.

"Kamu belum lihat, Fii. Serius orangnya baikkk bangett, enak tahu diasdos-in dia", ujar temanku ketika menyampaikan kesan dan pesan pertemuannya dengan asdos baru hari itu.

Dan sejujurnya aku cukup penasaran tentang asdos yang kerap dibicarakan oleh teman-teman sesi lain itu. Aku cukup kepo sebaik apa dia. Qadarallah, pertemuan kami dengan beliau ternyata bukan di lab seperti ekspektasi awalku, tetapi di apotek, pada malam menjelang osce dengan segenap kepanikan yang memicu adrenaline rush hingga nafas tak beraturan dan kacamata yang kukenakan berembun. 

Setelah perbincangan dan transaksi handschoon yang cukup meresahkan dan merepotkan itu, kami pamit pulang dengan kalimat yang dibuat se-sopan dan se-tahu diri mungkin karena memotong waktu istirahat seorang apoteker yang mungkin sudah cukup lelah berjaga seharian sekaligus seorang asisten dosen dengan segenap kesan baik yang melekat pada beliau. Sejujurnya aku dan temanku sangat tak enak hati. Bahkan hingga kalimat ini ditulis, aku masih terpikir tentang berharganya waktu dan bantuan yang beliau tawarkan. Sekaligus kelakuan kami yang begitu merepotkan hanya karena beberapa pasag handschoon.  Tetapi Tuhan menjawab rasa penasaranku tentang beliau, dan ternyata sosoknya memang sebaik yang teman-temanku ceritakan. 

Diluar rasa bersalahku yang masih belum bisa sirna, sejujurnya pertemuan itu membuatku sangat bersyukur. Selain karena aku punya beberapa pasang handschoon baru sehingga tak perlu ribet meminjam sana-sini, aku takjub tentang bagaimana tuhan mempertemukanku dengan berbagai kebaikan melalui orang-orang baik hari ini. Semoga kebaikan beliau, waktu yang disisihkan, juga obrolan ringan dan menyenangkan dibalas Allah dengan hal-hal baik yang dilipatgandakan , selalu sehat, dimudahkan rezeki serta dan  urusan, serta dikaruniai keluarga yang bahagia dan sakinah hingga Surga-Nya bersama perempuan luar biasa yang sepertinya tengah menunggunya di rumah kala transaksi handschoon tadi menyita waktunya, aamiin. 

Istri beliau pun adalah salah-satu dosen favoritku, beliau kerap menyelipkan nilai-nilai ilahiyah diantara kalimat-kalimat ilmiah dalam penjelasannya, selalu ramah dan sangat suportif kepada mahasiswa. Aku masih menyimpan pesan WhatsApp dari beliau kala memberi selamat atas sebuah prestasi padaku,  bahkan beliau lebih cepat mengucapkan selamat dibandingkan teman-teman sekelaskku. Sebagai mahasiswa yang masih belajar menjadi "siapa-siapa", pesan dan doa beliau hari itu membuatku sangat terharu. Dari dosenku yang hebat, juga apoteker luar biasa yang kutemui di apotek hari ini, aku turut belajar bahwa; Tuhan selalu adil dalam menggariskan takdir, yang baik memang dipasangkan dengan yang baik sehingga dari kombinasi keduanya akan muncul lebih banyak lagi hal-hal baik serta yang lebih baik. 

Cukup sekian, terima kasih sudah meluangkan waktu membaca sampai akhir. Setelah hari-hari yang menguras energi, aku akan mulai menulis lebih banyak lagi, dan sepertinya kemampuan berkata-kataku semakin menurun karena tak banyak berlatih, mohon dimaklumi :). Stay safe, healthy and  blessed.

Dari Jogja dalam rengkuhan malam ditemani kepanikan dan ketakutan tentang setumpuk kegiatan dan ujian dalam beberapa minggu kedepan,

-Fii-

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer